Selasa, 03 Juni 2008

REVIEW PERDA KAB. SRAGEN

KAJIAN PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUBAHAN STATUS PENGGUNAAN TANAH DAN/ ATAU PERUNTUKKAN PENGGUNAAN TANAH


PENGANTAR
Pembentukkan Peraturan Daerah merupakan peraturan yang pembentukkannya diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 17 Tahun 2001 tentang Retribusi Ijin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah merupakan peraturan daerah yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Pembentukkan Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2001 adalah dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemeritah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah.

Melalui Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Pemerintahan Daerah diberi delegasi wewenang oleh pemerintah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan aturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Dalam melaksanakan wewenang yang didelegasikan Pemerintah Pusat kepada Daerah Kabupaten, maka perlu peraturan daerah yang mengatur mengenai wewenang yang didelegaikan tersebut.

Izin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah adalah pemberian izin untuk melakukan alih status penggunaan tanah sesuai dengan rencana tata ruang daerah. Dalam pelayanan pemberian izin kepada Pemerintah Daerah memungut retribusi untuk mengganti sebagian atau seluruh biaya yang dikeluarkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemeritah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah menjadi menetapkan retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah sebagai salah satu jenis retribusi perizinan tertentu. Sehingga dengan di buatnya Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2001 ini tidak bertentangan dengan Pertaturan yang lebih tinggi.

Mengenai obyek retribusi izin tertentu, melalui Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah, retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah bukan lagi menjadi wewenang Pemerintah Daerah.

Selain obyek Retribusi yang bukan menjadi wewenang Pemerintah Daerah, kewenangan mengenai Pertanahan tidak lagi menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 14 menyebutkan bahwa Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota, salah satunya meliputi pelayanan pertanahan. Namun melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah sebagaimana dalam lampirannya menyebutkan bahwa hanya ada 9 (Sembilan) kewenangan yang menjadi urusan wajib Pemerintahan Daerah. Sedangkan izin perubahan status penggunaan tanah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 merupakan peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pengkajian Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2001 ini adalah dalam rangka penertiban peraturan perundang-undangan sebagaimana yang dimaksud pembentukkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004. Sebagai konsekuensi adanya penertiban peraturan perundang-undangan melalui hirarki adalah: pertama, peraturan yang lebih tinggi mengkesampingkan peraturan yang lebih rendah (lex superior derogat legi inferiori); kedua, isi peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi tingkatannya. Dikecualikan dalam hal ini apabila peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh UU ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah.

Pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik harus memperhatikan asas filosofis, sosiologis dan yuridis. Ketiga asas ini harus terlihat dalam setiap peraturan perundang-undangan. Pemenuhan terhadap ketiga asas tersebut, bisa menjadi tolak ukur apakah sebuah peraturan perundang-undangan tersebut telah disusun dengan baik atau tidak. Berikut akan disampaikan telaah kritis terhadap Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2001 dalam tinjauan filosofis, sosiologis dan yuridis.

A. TINJAUAN KRITIS SECARA FILOSOFIS

Suatu norma hukum dikatakan berlaku secara filosofis apabila norma hukum itu memang bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut negara. Menurut Hans Kelsen mengenai gerund-norm atau dalam pandangan Hans Nawiasky tentang staatsfundamentalnorm, bahwa pada setiap negara selalu ditentukan adanya nilai-nilai dasar atau nilai-nilai filosofis tertinggi yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber nilai luhur dalam kehidupan kenegaraan.

Dari aspek filosofis, Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2001 adalah dalam rangka menjaga keharmonisan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan. Peraturan Daerah ini juga untuk memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Retribusi Perizinan dimaksudkan guna biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi perizinan.


B. TINJAUAN KRITIS SECARA SOSIOLOGIS

Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2001 secara sosiologis tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, sehingga kemunculannya tidak sensitif secara sosiologis. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang mengajukan Ijin pada saat status tanah tersebut bukan lagi dalam kondisi tanah pertanian, namun sudah menjadi bangunan.

C. TINJAUAN KRITIS SECARA YURIDIS

Pembentukkan norma hukum yang bersifat umum dan abstrak (general and abstract legal norms) berupa peraturan yang bersifat tertulis, pada umumnya didasarkan atas beberapa hal. Pertama, pembentukkannya diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi; Kedua, pembentukkannya dianggap perlu karena kebutuhan hukum .
Peraturan Daerah merupakan salah satu bentuk peraturan pelaksana undang-undang, kewenangannya mengatur bersumber dari kewenangan yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang. Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu, peraturan daerah juga dapat mengatur sendiri hal-hal yang meskipun tidak didelegasikan secara eksplisit kewenangannya oleh undang-undang, tetapi dianggap perlu diatur oleh daerah untuk melaksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Berdasarkan penjabaran diatas, materi muatan peraturan daerah adalah:
(a) seluruh materi yang dibutuhkan dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan;
(b) menampung kondisi-kondisi yang bersifat khusus didaerah dan;
(c) menjabarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, dan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Sedangkan materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 17 Tahun 2001 tentang Retribusi Ijin Perubahan Status Penggunaan Tanah tidak sesuai dengan tujuan hierarakisitas peraturan perundang-undangan yakni: pertama, peraturan yang lebih tinggi mengkesampingkan peraturan yang lebih rendah (lex superior derogat legi inferiori); kedua, isi peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi tingkatannya.
Peraturan Daerah 17 Tahun 2001 merupakan peraturan daerah yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah dicabut melalui Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Selain mengenai kewenangan wajib yang telah dicabut, mengenai ketentuan obyek retribusi izin melalui Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah, retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah bukan lagi menjadi wewenang Pemerintah Daerah. Sehingga Peraturan Daerah 17 Taun 2001 ini bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Daerah 17 Tahun 2001 bertentangan dengan beberapa ketentuan perundang-undangan, yakni sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Retribusi Ijin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah, tidak termasuk dalam Retribusi Perijinan tertentu.

Pasal 18 ayat 1
Yang menjadi Objek Retribusi terdiri dari, (a). Jasa Umum; (b). Jasa Usaha; (c). Perizinan Tertentu.

Pasal 18 ayat (3) huruf c, Retribusi Perizinan Tertentu yakni:
a. perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;
b. perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan
c. biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi perizinan.
Pasal 18 ayat (4), disebutkan bahwa,
“Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam ayat sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan”.
Berdasarkan ayat (3) dan (4) tersebut, Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah bukan menjadi kewenangan otonomi dalam rangka asas desentralisasi. Hal tersebut terdapat dalam Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana terdapat dalam peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007.

Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

Sebelum adanya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, tentang Retribusi Daerah pengaturannya terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemeritah Nomor 20 Tahun 1997. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1998 menetapkan retribusi Izin Perubahan Status Penggunaan Tanah sebagai salah satu jenis retribusi perizinan tertentu. Namun dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah tidak termasuk dalam salah satu jenis retribusi perizinan tertentu.

Pasal 4
(1) Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarianlingkungan.
(2) Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek.

Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 mengatur tentang Retribusi Lain-Lain,
”Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini, dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalamUndang-undang”.

Penjelasan Pasal 6,
“Yang dimaksud dengan jenis retribusi lainnya, antara lain, adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang telah diserahkan kepada Daerah”.

2. Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

Sedangkan Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang dimaksud dengan Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi, (a). penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; (b). penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; (c). penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; (d). penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah; (e). penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; (f). penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; (g). penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1997

Sebagaimana dalam Peraturan pelaksananya, dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1997, menyebutkan bahwa jenis – jenis penerimaan negara bukan pajak yang yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, yang termasuk yaitu:
(a) Penerimaan dari pengukuran dan pemetaan;
(b) Peneriman dari pemeriksaan tanah;
(c) Penerimaan dari konsolidasi tanah secara swadaya;
(d) Peneriman dari redistribusi tanah secara swadaya,
(e) Penerimaan dari ijin lokasi.

Alasan-alasan yuriidis tersebut diatas menegaskan bahwa Retribusi Izin Retribusi Ijin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah bukan merupakan jenis retribusi izin tertentu maupun retribusi lain-lain yang menjadi kewenangan otonomi dalam rangka asas desentralisasi.

3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.


Pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
Menyebutkan Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-U ndang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.

Dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tersebut, kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan tersebut adalah sesuai dengan hierarki. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "hierarki" adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan vang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.



Pasal 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”.

Dalam konsiderans Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2001 menantumkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Ketentuan tentang Retribusi Ijin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah tidak termasuk dalam obyek retribusi dalam ketentuan ini. Sehingga penetapan Retribusi Izin ini tidak memiliki dasar kewenangan yang sah.


4. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 14 ayat (1), Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pelayananan pertanahan merupakan Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 sebagaimana terdapat dalam lampiran yang tidak terpisah dari PP 38 Tahun 2007 menegaskan bahwa hanya ada 9 (Sembilan) kewenangan yang menjadi urusan wajib Pemerintahan Daerah. Sedangkan izin perubahan peruntukan tanah bukan merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 merupakan peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana dalam ayat (3) menyebutkan bahwa Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam PP 38 Tahun 2007 ayat (3) ini mengatur tentang Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan tersebut terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan. Salah satu urusan pemerintahan yang dibagi adalah urusan dalam bidang pertanahan. Dalam ayat (6) menyebutkan bahwa Rincian ketigapuluh satu bidang urusan pemerintahan tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini, Kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pertanahan adalah :
a. ijin lokasi;
b. pengadaan tanah untuk kepentingan umum;
c. penyelesaian sengketa tanah garapan;
d. penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
e. penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;
f. penetapan tanah ulayat;
g. pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
h. ijin membuka tanah;
i. perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan pasal 6 terdapat pembagian urusan pemerintahan yang Menjadi
Kewenangan Pemerintahan Daerah yang terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

Pasal 7
(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.
(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.pendidikan;
b. kesehatan;
c. lingkungan hidup;
d. pekerjaan umum;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perumahan;
h. kepemudaan dan olahraga;
i. penanaman modal;
j. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
k. kependudukan dan catatan sipil;
l. ketenagakerjaan;
m. ketahanan pangan;
n. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
o. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
p. perhubungan;
q. komunikasi dan informatika;
r. pertanahan;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. sosial;
w. kebudayaan;
x. statistik;
y. kearsipan; dan
z. perpustakaan.
(3) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
(4) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. kelautan dan perikanan;
b. pertanian;
c. kehutanan;
d. energi dan sumber daya mineral;
e. pariwisata;
f. industri;
g. perdagangan; dan
h. ketransmigrasian.
(5) Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintahan daerah.

Berdasarkan ketentuan pada pasal diatas maka ketentuan tentang Ijin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah bukan merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.



CABUT PERDA NOMOR 17 TAHUN 2001

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 adalah acuan dalam pembentukkan peraturan perundang-undangan, tujuannya adalah untuk menertibkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai konsekuensi adanya penertiban peraturan perundang-undangan melalui yakni: pertama, peraturan yang lebih tinggi mengkesampingkan peraturan yang lebih rendah (lex superior derogat legi inferiori); kedua, isi peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi tingkatannya.
Kajian Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 17 Tahun 2001 ini merefleksikan kondisi carut marut penataan sistem perundang-undangan di Indonesia, keberlakuan peraturan perundang-undangan yang tidak mengacu pada peraturan perundangan diatasnya. Carut-marutnya sistem peraturan perundang-undangan ini berimplikasi pada Tumpang tindih kewenangan antar penyelengara pemerintahan sebagai akibat ketidaksinkronan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan secara vertikal maupun horizontal.
Secara yuridis Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 17 Tahun 2001 ini batal demi hukum. Dasar pembentukkan Peraturan Daerah ini tidak sesuai dengan Peraturan yang berada diatasnya. Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 17 Tahun 2001 dinilai sangat bertentangan dengan semangat desentralisasi dan tugas pembantuan sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya.
Selain itu, Peraturan Daerah ini tidak memiliki dasar hukum, yakni dalam hal penarikan Retribusi Ijin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah. Dalam ketentuan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, tidak menyebutkan bahwa retribusi Ijin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah menjadi salah satu obyek retribusi ijin.
Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 17 Tahun 2001 tidak mempunyai dasar hukum karena mengatur mengenai retribusi untuk pemberian izin terhadap kegiatan yang bukan lagi menjadi wewenang Pemerintah Daerah. Sebagaimana terdapat dalam UU 32 Tahun 2004 melalui PP 38 Tahun 2007 yang terdapat dalam lampiran. Maka, pemberian izin perubahan peruntukan tanah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional, dan menurut pasal 52 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 “Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Badan Pertanahan Nasional, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara".
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, BPN merupakan instansi pemerintah dalam melaksanakan urusan pertanahan. Selanjutnya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang BADAN PERTANAHAN NASIONAL.
Peraturan Daerah ini telah mengakibatkan adanya tumpang tindih aturan secara vertikal dan horisontal, perilaku pembuat aturan dan pelaksana masih menyebabkan tujuan filosofis adanya izin Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah tidak sesuai dengan semangat filosofisnya. Sehingga tujuan penataan ruang agar keharmonisan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan tidak tercapai.
Perlu sinkronisasi dalam penyusunan peraturan Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah, secara vertikal maupun horisontal. Dengan pertimbangan yuridis ini, Peraturan Daerah Perubahan Status Penggunaan Tanah dan/atau Peruntukan Penggunaan Tanah perlu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Agar perumusan seluruh peraturan pelaksanaan Undang-undang mampu menciptakan sinergi antar sektor penyelenggara pemerintahan.